MU Gak Boleh – Manchester United memang sudah memastikan satu tempat di final Liga Europa musim ini. Tapi jangan sampai euforia ini membuat mereka lupa diri. Tim sekelas Setan Merah tidak bisa hanya menjadikan kompetisi kasta kedua Eropa itu sebagai satu-satunya penyelamat musim. Kenyataannya, performa mereka di Premier League tetap kacau, tidak konsisten, dan sering mengecewakan.
Publik Old Trafford yang terbiasa dengan kejayaan era Sir Alex Ferguson kini dipaksa menerima kenyataan bahwa tim kesayangannya harus berjuang keras hanya untuk finis di posisi empat besar. Alih-alih bersaing dengan Manchester City dan Arsenal di puncak klasemen, MU lebih sering terlibat drama memalukan saat melawan tim papan bawah. Kemenangan di Liga Europa tak akan cukup untuk menutup borok di kompetisi athena 168.
Kualitas Skuad yang Masih Jauh dari Ideal
Satu masalah utama yang terus jadi sorotan adalah inkonsistensi performa pemain. Dari lini belakang sampai depan, MU seperti tim yang belum sepenuhnya padu. Harry Maguire kembali jadi bahan lelucon karena blundernya yang rutin. Di sektor gelandang, kombinasi Bruno Fernandes dan Casemiro kadang menggila, kadang menghilang tanpa jejak.
Sementara itu, Marcus Rashford yang sempat on fire di awal musim slot resmi, mendadak mandul ketika di butuhkan. Pemain seperti Antony dan Sancho pun belum menunjukkan performa yang sepadan dengan banderol harga mereka. MU tak bisa hanya berharap pada momen-momen individu untuk menyelamatkan musim. Sepak bola bukan sulap. Di butuhkan struktur dan konsistensi yang belum terlihat dalam skuad Erik ten Hag.
Ketergantungan pada Liga Europa: Taktik Pelarian?
Menjadikan Liga Europa sebagai satu-satunya target bisa jadi bumerang besar. MU seolah meletakkan semua telur dalam satu keranjang. Padahal sejarah mencatat, laga final adalah tempat di mana kejutan bisa terjadi. Satu kesalahan, satu kartu merah, satu tendangan penalti gagal—cukup untuk menghancurkan segalanya. Jika gagal jadi juara, maka musim MU akan berakhir tanpa trofi dan tanpa tiket ke Liga Champions.
Ironis, karena tim sebesar MU seharusnya bermain untuk menang di semua kompetisi, bukan menaruh harapan pada satu jalur. Pelatih dan manajemen harus sadar bahwa mendewakan satu piala justru menunjukkan mental kecil. Terlebih lagi, Liga Europa bukanlah tempat alami bagi MU. Mereka harus segera kembali ke Liga Champions jika tidak ingin kehilangan daya tarik di mata pemain top dan sponsor global.
Fokus Liga Tak Boleh Kendor
Masih ada poin-poin penting yang bisa di amankan di Premier League. Meski tak mungkin mengejar gelar, posisi empat besar tetap vital. Terpeleset sedikit saja, MU bisa di salip oleh tim-tim seperti Tottenham atau Newcastle yang tampil jauh lebih agresif. Masalahnya, ketika fokus hanya ke final Eropa, rotasi pemain jadi sembrono, motivasi di liga turun drastis, dan ujung-ujungnya kehilangan segalanya.
Tim sekelas MU harus punya kedalaman skuad dan strategi cerdas untuk menghadapi jadwal padat. Erik ten Hag di tuntut bisa mengatur beban pemain tanpa mengorbankan performa di liga. Jika tidak, bukan hanya peluang ke Liga Champions yang hilang, tapi juga kepercayaan dari fan yang sudah jengah dengan janji-janji manis manajemen.
Kebangkitan Sejati Tak Bisa Ditunda
MU harus berhenti bermain aman. Ini waktunya untuk membuktikan bahwa mereka bukan tim medioker yang hanya hidup dari nostalgia masa lalu. Klub ini punya sejarah besar dan jutaan penggemar di seluruh dunia yang menuntut prestasi, bukan alasan.
Mengandalkan Liga Europa saja bukan solusi. MU harus bangkit secara menyeluruh—di semua kompetisi. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Klub besar tidak pernah puas hanya dengan jadi “nyaris juara”. Dan MU seharusnya tahu malu jika terus berada di zona abu-abu tanpa arah yang jelas.